Kisah pilu dari Palu
Kinta, sebuah kampung tua di Palu, Sulawesi Tenggara ternyata bertuah. Di kampung itu berdiri 15 rumah saling berhadapan. Sesaat setelah gempa besar yang disusul tsunami tepat setahun silam, ratusan rumah di Perumnas Balaroa yang tidak jauh dari Kampung Kinta hancur dilumat lumpur beserta harta benda dan penghuninya. Sebagian warga kampung yang berlarian ke luar kampung juga ikut ditelan lumpur. Nasib baik bagi mereka yang tetap bertahan di kampung, mereka selamat. Dalam bahasa Suku Kaili, etnik mayoritas di Palu, Kinta berarti kampung kecil. Sedangkan dalam Kamus Kaili Ledo-Indonesia-Inggris, kinta berati tanah untuk rumah. Konon, para tetua tidak berani membuat rumah di luar Kinta karena dulunya wilayah di sekitar Kinta adalah rawa. Memang wilayah Perumnas Balaroa dulunya bernama Lonjo yang artinya tanah berlumpur. Dalam kamus yang sama, terdapat lema nelonjo yang artinya tenggelam dalam lumpur. Lonjo disulap menjadi Balaroa dan dibangun pemukiman di atasnya karena mudahnya akses air. Warga cukup membuat sumur berkedalaman empat meter untuk mendapat air bersih. Sedangkan di Kinta, sumur warga rata-rata berkedalaman sembilan meter. Namun, pengurukan rawa Lonjo tersebut berbuah pahit. Bekas rawa mengandung air jenuh yang bila terjadi pergerakan sesar Bumi yang cukup kuat, air tersebut dapat mencuat dan mengubah tanah di atasnya menjadi lumpur basah. Bukan hanya dalam penamaan daerah, kearifan tetua yang dapat dijadikan pedoman sederhana mitigasi bencana juga terekama dalam bentuk syair yang berjudul Kayori. Goya-goya Gontiro (Goyang-goyang di Desa Ganti) Toka Bonga Lolio (Yang melihat ke bawah, orang Desa Kabonga dan Loli Oge) Palu, Tondo, Mamboro, matoyomo (Palu, Tondo, dan Mamboro tenggelam) Kamolue melantomo (Tinggal Kayumalue terapung) Syair berjudul Kayori itu menceritakan peristiwa gempa dan tsunami di Teluk Palu pada 1938. Kayori berjejak dalam ingatan sebagian warga Kayumalue, Kecamatan Palu Utara. Syair Tuah dari Aceh Gempa dan tsunami mematikan yang terjadi pada Minggu pagi tanggal 24 Desember 2004 menewaskan dan menghilangkan ratusan ribu jiwa di Indonesia, Malaysia, Thailand, Bangladesh, hingga pantai Timur Afrika. Namun, korban jiwa yang ada di Pulau Simelue, Aceh, hanya berjumlah enam orang. Hal ini karena warga Simelue mempunyai tutur syair yang diturunkan oleh tetua tentang mitigasi bencana. Enggel mon sao curito (Dengarlah sebuah cerita) Inang maso semonan (Pada zaman dahulu) Manoknop sao fano (Tenggelam satu desa) Uwi lah da sesewan (Begitulah mereka ceritakan) Unen ne alek linon (Diawali oleh gempa) Fesang bakat ne mali (Disusul ombak yang besar sekali) Manoknop sao hampong (Tenggelam seluruh negeri) Tibo-tibo mawi (Tiba-tiba saja) Anga linon ne mali (Jika gempanya kuat) Uwek suruik sahuli (Disusul air yang surut) Maheya mihawali (Segeralah cari) Fano me singa tenggi (Tempat yang lebih tinggi) Ede smong kahanne (Itulah smong namanya) Turiang da nenekta (Sejarah nenek moyang kita) Miredem teher ere (Ingatlah ini betul-betul) Pesan dan navi da (Pesan dan nasihatnya ) Belajar mawas diri dari Mentawai Sapunuteteuta siburu (nenek moyang) masyarakat Mentawai juga mewariskan syair mitigasi bencana yang sama. Teteu (Kakek) Teteu amusiat loga (Kakek, sang tupai menjerit) Teteu katinambu leleu (Kakek, ada tanah longsor dan kehancuran) Teteu girisit nyau’nyau (Kakek, dari ruh kerang laut sedang marah) Amagolu’ teteu tai pelebuk (Karena pohon Baiko telah di tebang) Arotadeake baikona (Ekor ayam bergoyang) Kuilak pai-pai gou’gou (Ayam-ayam berlarian) Leilei gou’gou barasita teteu (Karena di sana ada kakek) Lalaklak paguru sailet (Orang-orang berlarian) Selain diartikan kakek, teteu juga dapat diartikan sebagai gempa bumi. Menurut kepercayaan masyarakat, teteu adalah penguasa Bumi yang jika murka, ia akan mengguncangkan Bumi dan mengakibatkan gempa. Dalam syair juga dijelaskan ciri-ciri ketika gempa terjadi berupa ayam yang panik. Nyatanya, kearifan lokal di mana pun pasti mengandung hikmah yang terkadang tidak terpikirkan meski terkadang kearifan lokal tersebut dinilai aneh oleh manusia modern.
0 Comments
|
AuthorDivisi Humas KSR PMI Unit STIS Categories |